Selamat Datang di blog Jambi Law Discussion Forum. Ini merupakan ruang diskusi, menggali ilmu, melahirkan konsep, ide dan pemikiran, berbagi informasi, memberi kontribusi dalam rangka penegakan hukum dan keadilan. Dipersilahkan menyampaikan komentar, kritik, serta saran pada bagian yang telah disediakan. Terima Kasih Atas Kunjungan Anda.
Responsive Ads Here
Selamat Datang di Blog Pribadi Saya. Terima kasih atas kunjungan Anda. Silahkan sampaikan komentar, kritik, serta saran Anda pada bagian yang telah Saya sediakan.

Kamis, 23 Agustus 2012

Pemerintahan Tidak Maksimal

Jakarta, Kompas - Banyaknya kepala daerah yang menjadi tersangka, bahkan menjadi narapidana, merupakan persoalan besar bangsa Indonesia. Paling tidak hal itu akan membuat jalannya pemerintahan tidak maksimal.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Senin (16/4), di Palembang, Sumatera Selatan, mengakui, banyaknya kepala daerah yang bermasalah dengan hukum akan membuat jalannya pemerintahan tidak maksimal. Kendati demikian, ia berharap pelayanan kepada publik tetap harus berjalan.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek, kemarin, juga menuturkan, selama periode 2004-2012 sudah 173 kepala daerah menjalani pemeriksaan dengan status sebagai saksi, tersangka, dan terdakwa. Sebanyak 70 persen dari jumlah itu sudah mendapat vonis berkekuatan hukum tetap dan menjadi terpidana.
Moenek mengatakan, Kemendagri mengakui banyaknya kepala daerah yang tersangkut hukum itu merupakan persoalan besar. Ia menyebut berbagai penyebab mengapa banyak kepala daerah terjerat hukum, antara lain praktik politik uang dan mahalnya biaya pencalonan.
Secara keseluruhan, di Indonesia terdapat 495 kabupaten/kota dan 33 provinsi. Jumlah 173 kepala daerah ini menunjukkan sepertiga daerah di Indonesia dikelola mereka yang bermasalah dengan hukum.
”Memang sudah sepertiga dari jumlah kepala daerah di Indonesia yang tersangkut kasus hukum. Ini memprihatinkan, tapi kami terus berusaha membina kepala daerah,” tutur Gamawan.
Kemarin, Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo di Palembang juga mengatakan, jumlah kepala daerah yang tersangkut masalah hukum yang sangat besar dinilai kian mengkhawatirkan. ”Selama ini jumlahnya terus meningkat. Jika tak segera dilakukan tindakan, maka akan bertambah lagi,” katanya.
Ganjar mengatakan, DPR telah mengusulkan agar para kepala daerah yang menjadi tersangka dalam masalah hukum diberi hukuman penalti sehingga tak bisa dilantik. Usul ini termasuk dalam usulan perbaikan UU Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah. Tanpa hukuman penalti tegas, praktik korupsi oleh kepala daerah diprediksi akan terus terjadi.
Menurut Ganjar, UU Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah mendesak untuk diperbaiki. Ia mengatakan, pembatasan dana kampanye penting untuk mencegah praktik korupsi oleh kepala daerah saat sudah menjabat. Tingginya biaya untuk menjadi kepala daerah selama ini diduga menjadi akar dari praktik-praktik korupsi oleh kepala daerah.
”Saya dengar di Sumsel, modal untuk menjadi bupati ada yang sampai Rp 80 miliar. Nah, uang sebanyak itu bagaimana nanti akan mengembalikannya,” katanya.
Ganjar mengatakan, potensi korupsi dari tingginya biaya untuk menjadi kepala daerah ini perlu diperhitungkan betul dalam pembenahan sistem penyelenggaraan pemilu kepala daerah. ”Memang sangat sulit karena uang yang beredar di pemilu kepala daerah biasanya tersembunyi,” ucapnya menambahkan.
Reydonnyzar Moenek kemarin mengatakan pula, praktik politik uang dan mahalnya biaya pencalonan membuat para kepala daerah gampang terjerembab dalam perkara korupsi.
Untuk menjadi bupati/wali kota, kata Moenek, seorang calon harus merogoh kocek Rp 15 miliar-Rp 30 miliar. Untuk menjadi gubernur, seorang calon harus siap-siap mengeluarkan Rp 60 miliar-Rp 100 miliar. ”Jumlah itu tidak tercukupi oleh pendapatan bersih para pemimpin daerah selama lima tahun berkuasa,” katanya.
Moenek juga mengaitkan soal itu dengan asal-usul para calon kepala daerah ”Ada variasi perekrutan calon yang sangat besar. Ada calon kepala daerah yang sebelumnya adalah artis, pengusaha, dan tukang tambal ban. Mereka memiliki pemahaman yang sangat terbatas mengenai pemerintahan serta birokrasi,” kata Moenek.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman di Batam kemarin mengatakan, harus dilihat dulu apakah para kepala daerah yang menjadi tersangka dugaan korupsi tersebut karena pidana atau kesalahan kebijakan. Dua hal tersebut tidak boleh disamakan.
”Demokrasi kita ini, kan, masih proses. Apa yang terjadi sekarang merupakan proses transisi, suatu saat akan menemukan keseimbangan sendiri. Saya percaya demokrasi yang kita bangun sekarang ini sudah lebih bagus daripada yang lalu. Kalau ada masalah, sistemnya yang harus diperbaiki,” kata Irman.
Oleh karena itu, kata Irman, jika banyak kepala daerah tersangkut masalah hukum, itu bukan salah rakyat yang memilihnya.
Menurut Irman, yang harus dilakukan ke depan adalah konsisten dalam melaksanakan reformasi birokrasi.
Bukti serius
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, kemarin, juga mengatakan, sampai saat ini Presiden telah memberikan izin sebanyak lebih dari 165 kepala daerah untuk diperiksa dalam kasus hukum. Banyaknya angka itu menjadi bukti bahwa Presiden serius menegakkan hukum dan memberantas korupsi.
”Dalam pandangan kami, jangan dilihat dari angka itu, tetapi jumlah ini jelas merupakan suatu bukti bahwa pemerintah telah benar-benar secara serius membantu jalannya pemeriksaan,” kata Julian.
Menurut dia, hal tersebut belum pernah terjadi di era sebelum pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Dengan cara itu, diharapkan pada masa mendatang pemerintahan dapat lebih bersih dan berjalan lebih baik,” tuturnya.
Meski demikian, upaya pemberantasan korupsi tetap memerlukan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari pers hingga lembaga swadaya masyarakat. ”Ini bukan pekerjaan yang bisa dilakukan pemerintah sendiri,” ucap Julian.
Ia meminta agar diperhatikan betul beberapa kejadian yang membuat kepala daerah dan wakilnya menjalani proses hukum. ”Dalam situasi ini, tolong diperhatikan betul agar jangan sampai pemerintahan daerah terbengkalai gara-gara kepala daerah dan wakilnya tersangkut perkara hukum,” katanya.
Istri wali kota ditangkap
Kemarin, istri Wali Kota Salatiga, Titik Kirnaningsih, yang juga anggota DPRD Kota Salatiga, Jawa Tengah, ditangkap oleh Kepolisian Daerah Jateng. Titik menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS) Kota Salatiga sepanjang 4,7 kilometer yang merugikan negara sebesar Rp 12,23 miliar.
Dalam perkara ini Titik merupakan Direktur Utama PT Kuntjup, yang memenangi tender proyek pembangunan JLS senilai Rp 49,6 miliar pada tahun 2008.
Sebelumnya, tersangka lain, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Salatiga Saryono, sudah menjalani proses persidangan.
Ketika ditangkap polisi, Titik pingsan dan dibawa ke RSUD Kota Salatiga dan kemudian dirawat di RS Bhayangkara, Semarang. Titik akan ditahan di LP Bulu, Kota Semarang. Wali Kota Salatiga Yuliyanto mendampingi Titik saat penangkapan.
(ATO/INA/IKA/IRE/EDN/UTI)
Selasa, 17 April 2012 | 01:42 WIB

0 komentar:

Posting Komentar

Recent Posts