Menurut Ahmad Zazili,[1] ada 8 (delapan) aspek perlindungan hukum terhadap penumpang angkutan udara, diantaranya:
1.
Aspek
keselamatan penerbangan.
Keselamatan
penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam
pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara,
navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dana fasilitas umum lainnya.
Sehingga tujuan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat,
aman, nyaman terpenuhi.[2]
Tujuan
utama kegiatan penerbangan komersil adalah keselamatan penerbangan. Aspek ini
berkaitan erat dengan perlindungan terhadap
penumpang. Maka
sudah menjadi kewajiban pengangkut untuk mengantisipasi segala
kemungkinan yang dapat mencelakakan penumpangnya, oleh karena itu setiap
perusahaan penerbangan komersil dituntut untuk menyediakan armada pesawatnya
yang handal dan selalu dalam keadaan laik terbang.
Aspek
Keselamatan penerbangan berkaitan erat dengan fisik pesawat terbang serta aspek
pemeliharaan (maintence)
sehingga terpenuhi persyaratan teknik penerbangan, selain itu aspek
keselamatan penerbangan juga berkenaan erat dengan faktor sumber daya manusia
yang terlibat dalam kegiatan penerbangan. Keselamatan penerbangan merupakan
hasil keseluruhan dari kombinasi berbagai faktor, yaitu faktor pesawat udara,
personil, sarana penerbangan, operasi penerbangan dan badan-badan pengatur
penerbangan.[3]
2.
Aspek
Keamanan Penerbangan.
Keamanan
penerbangan adalah suatu keadaan yang memberikan perlindungan kepada
penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber
daya manusia, fasilitas dan prosedur.[4] Keamanan
penerbangan maksudnya adalah aman dari berbagai gangguan, baik secara teknis
maupun non teknis. Dalam aspek keamanan ini perusahaan penerbangan wajib
menjamin keamanan selama melakukan penerbangan.
3.
Aspek
Kenyamanan selama penerbangan.
Dalam
aspek kenyamanan dalam penerbangan, terkandung makna bahwa perusahaan
penerbangan komersil wajib memberikan kenyamanan kepada penumpangnya. Aspek
kenyamanan penerbangan berkaitan erat dengan kelangkapan pesawat udara seperti
tempat duduk, kelengkapan fasilitas, pengatur suhu udara, fasilitas Bandar
udara.
4.
Aspek
Pelayanan.
Pelayanan
merupakan salah satu indikator dijadikan pilihan bagi calon penumpang. Aspek pelayanan dalam angkutan
udara berkaitan erat dengan prosedur pembelian tiket pesawat, prosedur
penentuan tempat duduk (boarding pass). Maka dari itu perusahaan penerbangan harus
mengatur dengan baik masalah penentuan tempat duduk bagi penumpang sehingga
tidak timbul persoalan satu tempat duduk dua penumpang dan dipastikan sangat
merugikan penumpang.
5.
Aspek
Penentuan Tarif atau Ongkos Penerbangan.
Tarif merupakan
kombinasi dari macam-macam komponen biaya dalam penyelenggaraan pengangkutan
udara niaga. Dalam sistem penyelenggaraan pengangkutan
udara
niaga terdapat beberapa faktor yang sangat berperan dalam penentuan tarif
angkutan, yaitu sistem angkutan udara, kompetisi dan tarif wajar.[5]
Sistem angkutan udara sistem yang berdasarkan pada kebijakan pokok mengenai
angkutan udara, yang kemudian menjabarkan kebijakan tersebut dalam bentuk
pengaturan mengenai “airline system” di Indonesia, struktur rute-rute
penerbangan dan pembinaan industri angkutan udara..
6.
Aspek
Perjanjian Angkutan Udara.
Salah
satu unsur terpenting dalam rangka memberikan perlindungan konsumen pengguna
jasa transportasi udara niaga adalah menyangkut aspek perjanjian
pengangkutan.Dalam konteks ini perusahaan penerbangan berkewajiban untuk
memberikan tiket penumpang sebagai bukti terjadi perjanjian pengangkutan udara.
Dalam praktinya tiket atau dokumen perjanjian pengangkutan udara telah
disiapkan oleh perusahaan dalam bentuk yang telah baku atau biasa dikenal
dengan perjanjian standard. Berkenaan dengan telah bakunya dokumen pengangkutan
tersebut maka harus adanya jaminan bahwa adanya
keseimbangan hak dan kewajiban diantara para pihak, baik pengangkut maupun
penumpang.
7.
Aspek
Pengajuan Klaim.
Kecelakaan sering kali terjadi dalam kegiatan penerbangan yang
menimbulkan kerugian bagi penumpang.
Maka dari itu diperlukan perlindungan konsumen bagi
penumpang, yaitu adanya prosedur penyelesaian atau pengajuan klaim yang mudah,
cepat dan memuaskan.[6]
Prosedur yang mudah berarti bahwa penumpang atau ahli warisnya yang sudah jelas
haknya, tidak perlu menempuh prosedur yang berbelit dan rumit dalam
merealisasikan hak-haknya. Sedangkan prosedur yang murah berarti para penumpang
atau ahli waris yang mengalami kecelakaan tidak perlu mengeluarkan biaya-biaya
yang mahal untuk menyelesaikan ganti rugi. Penyelesaian sengketa yang cepat
mengandung makna bahwa prosedurnya tidak memakan waktu yang lama, dalam kaitan
ini dapat menggunakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, sebab biasanya
penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan memakan waktu yang lama.
8.
Aspek
perlindungan melalui asuransi.
Pada
umumnya perusahaan penerbangan mengasuransikan dirinya terhadap risiko-risiko yang kemungkinan
akan timbul dalam penyelenggaraan kegiatan penerbangannya, antara lain
mengasuransikan risiko tanggung jawab terhadap penumpang. Di samping asuransi
yang ditutup oleh perusahaan penerbangan tersebut, di Indonesia dikenal juga
asuransi wajib jasa raharja. Dalam asuransi ini yang membayar adalah penumpang
sendiri, sedangkan perusahaan penerbangan hanyalah bertindak sebagai pemungut
saja.
[1]Lihat Ahmad Zazili, Op Cit., hal. 74-76.
[2]Lihat Pasal 1 angka 48, Pasal 3 huruf a, Pasal 34
dan Pasal 53, 54, 55 dan 56 Undang- undang Penerbangan.
[3]Lihat E. Suherman, Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara,
Penerbit Alumni, Bandung, 1984, hal. 169.
[4]Pasal 1 angka 49, Pasal 3 huruf a, Pasal 34 dan Pasal 52, 53 dan 54
Undang-undang
Penerbangan.
[5]Lihat E. Suherman, Op.
Cit., hal. 195.
[6]Lihat E. Suherman, Aneka
Masalah Hukum Kedirgantaraan (Himpunan Makalah 1961-1995, Penerbit Mandar Madju, Bandung, hal. 201.
sumber : Yeni, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara Dalam Perpektif Per"uu"an di Indonesia, Tesis Magister Ilmu Hukum, Pascasarjana UNJA, 2012.
0 komentar:
Posting Komentar