Selamat Datang di blog Jambi Law Discussion Forum. Ini merupakan ruang diskusi, menggali ilmu, melahirkan konsep, ide dan pemikiran, berbagi informasi, memberi kontribusi dalam rangka penegakan hukum dan keadilan. Dipersilahkan menyampaikan komentar, kritik, serta saran pada bagian yang telah disediakan. Terima Kasih Atas Kunjungan Anda.
Responsive Ads Here
Selamat Datang di Blog Pribadi Saya. Terima kasih atas kunjungan Anda. Silahkan sampaikan komentar, kritik, serta saran Anda pada bagian yang telah Saya sediakan.

Jumat, 24 Agustus 2012

Penerbangan Dalam Praktik Hukum Pengangkutan

Penerbangan dalam praktik hukum pengangkutan menurut Abdulkadir Muhammad dalam Ahmad Zazili adalah “proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan teknologi.”[1]
Dilihat dari teori hukum pengangkutan menurut Abdulkadir Muhammad, menyatakan bahwa:
Teori hukum pengangkutan adalah serangkaian ketentuan peraturan perundang-undangan atau perjanjian mengenai pengangkutan yang direkonstruksikan sedemikian rupa sehingga menggambarkan proses kegiatan pengangkutan. Teori hukum pengangkutan merupakan gambaran secara jelas rekonstruksi ketentuan undang-undang atau perjanjian bagaimana seharusnya para pihak berbuat sehingga tujuan pengangkutan itu tercapai.
Apabila teori hukum pengangkutan ini diterapkan pada pengangkutan, penerapannya disebut praktik hukum pengangkutan. Praktik hukum pengangkutan merupakan peristiwa mengenai pengangkutan. Rangkaian peristiwa tersebut merupakan proses kegiatan mulai dari pemuatan kedalam alat pengangkut, pemindahan ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan penurunan/pembongkaran di tempat tujuan. Proses rangkaian perbuatan ini dapat diamati secara nyata pada setiap pelaksanaan pengangkutan. Dengan kata lain, teori hukum pengangkutan hanyalah mempunyai nilai guna jika dilaksanakan melalui setiap jenis pengangkutan, yaitu pengangkutan kereta api, darat, perairan, dan udara.[2]
Secara konprehensif, Abdulkadir Muhammad juga menggambarkan konsep hukum pengangkutan meliputi tiga aspek, diantaranya:
1.      Pengangkutan sebagai usaha (business).
Pengangkutan sebagai usaha adalah kegiatan usaha di bidang jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Alat pengangkut mekanik contohnya ialah gerbong untuk mengangkut barang, kereta untuk mengangkut orang, truk untuk mengangkut barang, bus untuk mengangkut penumpang, pesawat kargo, pesawat penumpang untuk mengangkut penumpang, kapal kargo untuk mengangkut barang dan kapal penumpang untuk mengangkut penumpang. Kegiatan usaha tersebut selalu dalam bentuk perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum. Karena menjalankan perusahaan usaha jasa pengangkutan bertujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. 
2.      Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement).
Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak, baik pengangkut dan penumpang maupun pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut biaya pengangkutan. Kewajiban penumpang atau pengirim adalah membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas pengangkutan sampai di tempat tujuan dengan selamat.
Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadinya perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan pihak-pihak. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan sedangkan dokumen penumpang lazimnya disebut karcis penumpang.
3.      Pengangkutan sebagai proses penerapan (aplying process).
Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari permuatan ke dalam alat pengangkut. Kemudian dibawa oleh pengangkut menuju tempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem yang mempunyai unsur-unsur sistem yaitu subjek pengangkutan, status pelaku pengangkutan, objek pengangkutan, peristiwa pengangkutan dan hubungan pengangkutan.[3]
Menurut HMN. Purwosutjipto:
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk  menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.[4]

Praktek pengangkutan memiliki nilai ekonomi, baik nilai tempat (place utility) dan nilai waktu (time utility).
Nilai tempat (place utility) mengandung pengertian bahwa dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang berguna atau bermanfaat di tempat asal, akan tetapi setelah adanya pengangkutan nilai barang tersebut bertambah, bermanfaat dan memiliki nilai guna bagi manusia, oleh karena itu apabila dilihat dari kegunaan dan manfaatnya bagi manusia, maka barang tadi sudah berambah nilainya karena ada pengangkutan. Nilai Kegunaan Waktu (time utility), dengan adanya pengangkutan berarti bahwa dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dimana barang tersebut lebih diperlukan tepat pada waktunya.[5]

Abdulkadir Muhammad juga menyebutkan bahwa pengangkutan memiliki nilai yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut didasari oleh berbagai faktor, antara lain:
1.      Keadaan geografis Indonesia yang berupa daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai serta danau memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah negara;
2.      Menunjang pembangunan di berbagai sektor
3.       Mendekatkan jarak antara desa dan kota
4.       Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[6]

Praktek hukum pengangkutan diartikan sebagai serangkaian perbuatan yang masih berlangsung (in action) atau perbuatan yang sudah selesai dilakukan seperti keputusan hakim atau yurisprudensi (judge made law) serta dokumen hukum (legal documents) seperti karcis penumpang dan surat muatan barang.[7] Praktik hukum pengangkutan bukti nyata secara empiris dimana adanya peristiwa perbuatan pihak-pihak sehingga tujuan pengangkutan tercapai dan bahkan ada juga yang tidak tercapai. Tidak tercapainya tujuan dimaksud dapat disebabkan terjadinya wanprestasi salah satu pihak atau keadaan memaksa (force majeur). Lingkup peristiwa hukum dalam pengangkutan terdiri dari perbuatan hukum pengangkutan dikehendaki oleh pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan, kejadian hukum pengangkutan yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak dalam pengangkutan, dan keadaan hukum pengangkutan yang juga tidak dikehendaki oleh pihak-pihak dalam pengangkutan.[8]
Terkait dengan pengangkutan sebagai suatu proses, secara empiris kerap ditemui peristiwa kecelakaan pesawat, hilangnya bagasi penumpang, penundaan jadwal penerbangan hingga rendahnya pelayanan mulai dari proses pembelian tiket hingga diangkutnya penumpang dari bandara udara ke bandara udara lainnya yang menjadi tempat tujuan oleh pengangkut. Khusus peristiwa kecelakaan pesawat mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tercatat sejak tahun 2005 terjadi 18 kasus, yang terdiri dari 10 kecelakaan (accident) ditambah 8 kecelakaan serius (serious accident). Tahun 2006 sebanyak 24 kasus (11 + 13). Pada tahun 2007 terjadi 20 kasus (9 + 11), pada tahun 2008 terjadi 24 kasus (11 + 13), pada tahun 2009 terjadi 25 kasus (10 + 15).[9]
Abdulkadir Muhammad juga menyebutkan asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis dalam pelaksanaan hukum pengangkutan yang diklasifikasi menjadi dua yaitu asas hukum publik dan asas hukum perdata. Asas hukum publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara). Sementara itu asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan, yaitu pengangkut dan penunpang atau pemilik barang.[10]


[1]Ahmad Zazili, Op. Cit., hal. 22. Lihat Juga Abdulkadir Muhammad, Arti Penting dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga di Indonesia, Dalam Perspektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi Ekonomi, Genta Press, Yogyakarta, 2007, hal. 1.

[2]Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Op. Cit., hal. 7-8.

[3]Ibid., hal. 1-4.

[4]HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 : Hukum Pengangkutan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 2.

[5]Ahmad Zazili, Op. Cit., hal. 26. Lihat Juga Sri Redjeki Hartono, Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan Darat, Seksi Hukum Dagang, FH UNDIP, Semarang, hal. 8.

[6]Ahmad Zazili, Op. Cit., hal. 27.

[7]Lihat Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Op. Cit., hal. 8.

[8]Ibid., hal. 137-138.

[9]Lihat Direktorat Jenderal Angkutan Udara,  Informasi transportasi Kementrian Perhubungan RI Tahun 2009, Sekretariat Jenderal Kementrian Perhubungan RI, www.dephub.go.id, diunduh tanggal 7 April 2012.
[10]Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Op. Cit., hal. 13-16.

Sumber : Yeni, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara Dalam Perspektif Per"uu"an di Indonesia, Tesis Megister Ilmu Hukum, Pascasarjana UNJA, 2012.

0 komentar:

Posting Komentar

Recent Posts