Selamat Datang di blog Jambi Law Discussion Forum. Ini merupakan ruang diskusi, menggali ilmu, melahirkan konsep, ide dan pemikiran, berbagi informasi, memberi kontribusi dalam rangka penegakan hukum dan keadilan. Dipersilahkan menyampaikan komentar, kritik, serta saran pada bagian yang telah disediakan. Terima Kasih Atas Kunjungan Anda.
Responsive Ads Here
Selamat Datang di Blog Pribadi Saya. Terima kasih atas kunjungan Anda. Silahkan sampaikan komentar, kritik, serta saran Anda pada bagian yang telah Saya sediakan.

Jumat, 24 Agustus 2012

Upaya Hukum Jika Pengusaha Tidak Memberikan Waktu untuk Salat Jumat

Saya bekerja di sebuah warnet, apakah saya bisa menuntut pengusaha pemilik warnet yang tidak memberikan waktu istirahat, dan tidak memberikan waktu untuk menjalankan kewajiban ibadah salat jum'at?

Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4f82c1c43ef9e/lt4f8d6eae96199.jpg
Saudara terhormat,
Sebelumnya kami haturkan terima kasih atas pernyataan yang Saudara sampaikan kepada kami. Ketentuan mengenai ketenagakerjaan beserta hak-hak dan kewajiban yang melekat dalam hubungan kerja diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”). Oleh karena Saudara menyatakan dalam pertanyaan Saudara bahwa Saudara bekerja di sebuah warnet, maka dengan demikian antara Saudara sebagai pekerja dengan pengusaha, dalam hal ini pemilik warnet, ada hubungan kerja yang segala ketentuannya tunduk pada aturan UUK tersebut.
Terkait dengan pernyataan Saudara di atas, maka “hak istirahat” dan “hak melaksanakan ibadah”, termasuk di dalamnya salat jumat, merupakan hak pekerja yang secara jelas diatur di dalam UUK dan bahkan dilindungi baik oleh Konstitusi Negara Indonesia (UUD Negara RI Tahun 1945) maupun di dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”).
Secara khusus hak beristirahat dan hak menjalankan ibadah diatur di dalam Pasal 79 dan Pasal 80 UUK, yang menyebutkan sebagai berikut :
Pasal 79 UUK:
(1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:
a.    istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b.    istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
c.    cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan
d.    istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
(3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(4) Dst ...
(5) Dst ...
Pasal 80 UUK :
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
Penjelasan Pasal 80 UUK :
Yang dimaksud kesempatan secukupnya yaitu menyediakan tempat untuk melaksanakan ibadah yang memungkinkan pekerja/buruh dapat melaksanakan ibadahnya secara baik, sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan.
Hak istirahat dan hak menjalankan ibadah -- termasuk salat jumat untuk yang beragama Islam -- merupakan hak asasi yang melekat pada diri seorang pekerja. Hak tersebut dilindungi tidak hanya oleh UUK, namun juga oleh Konstitusi RI dan UU HAM. Hal ini sebagaimana bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 28 D ayat (2) dan Pasal 28 E ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 serta Pasal 22 UU HAM, yang menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 28 D ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945:
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Pasal 28 E ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945:
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali
Pasal 22 UU HAM:
(1)   Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(2)   Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dengan demikian, maka secara hukum jelaslah bahwa Saudara sebagai pekerja/karyawan mempunyai hak istirahat dan hak menjalankan ibadah (sholat jumat), tanpa membedakan apakah Saudara karyawan kontrak ataupun karyawan tetap. Dengan adanya hak yang melekat pada Saudara tersebut, maka pengusaha wajib memenuhi atau memberikannya, dan apabila pengusaha tidak mau memberikan maka Saudara mempunyai hak menuntut kepada pengusaha untuk memenuhi hak istirahat dan menjalan ibadah tersebut. Apabila tidak dilaksanakan, maka pengusaha tersebut patut diduga telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan hak asasi manusia. Upaya hukum yang dapat Saudara lakukan adalah dengan melaporkan permasalahan tersebut ke Dinas Ketenagakerjaan yang melingkupi wilayah Saudara dan/atau mengadukannya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia. Namun demikian, kami menyarankan Saudara melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan pemilik warnet agar ditemukan dan didapatkan solusi yang terbaik.
Demikian Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5008f512abb36/upaya-hukum-jika-pengusaha-tidak-memberikan-waktu-untuk-salat-jumat-

0 komentar:

Posting Komentar

Recent Posts